Elektabilitas PKS: Berdasarkan Hasil Survei atau Hasil Penerimaan Survei?
Hasil
survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang digelar pada 1-8 Maret
lalu menempatkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada posisi 9 dengan
tingkat elektabilitas sebesar 3,7 persen. Hasil itu disimpulkan sebelum
mencuat kasus penangkapan Luthfi Hassan Ishaq. Demikian pula isu-isu
negatif yang menghubung-hubungkan PKS dengan Ahmad Fathanah. Lebih dari
itu, beberapa pengamat memprediksi mengenai kehancuran Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) turut menjadi sajian pelengkap mewarnai prahara politik
partai berlambang bulan sabit itu. Namun Hasil survei LSI dan prediksi
beberapa pengamat tersebut agaknya harus ditata ulang.
Sebab, dalam tiga
bulan terakhir, dua lembaga survei lainnya justru menempatkan PKS pada
posisi tiga besar.
Pada
medio Maret 2013, Rakyat Research and Consulting (RRC) menempatkan PKS
di posisi tiga besar dengan tingkat elektabilitas sebesar 13,2 persen.
Dalam survei yang melibatkan 1400 responden dari 33 provinsi tersebut,
PKS bahkan sanggup mengalahkan tingkat elektabilitas yang dimiliki oleh
Partai Demokrat (PD) yang hanya memperoleh angka 11 persen.
Kemudian,
pada Jumat, 17 Mei 2013, giliran survei yang dilakukan oleh Media
Survei Nasional (Median) yang menempatkan PKS pada posisi tiga besar.
Dalam survei yang dilakukan dalam rentang waktu 28 April-6 Mei 2013 itu,
PKS berhasil meraup tingkat elektabilitas sebesar 7,2 persen. Sementara
posisi pertama dan kedua masih ditempati oleh partai Golkar dan PDI-P
secara berurutan.
Hasil
survei yang dilakukan oleh Median ini tentu mengejutkan banyak pihak.
Sebab, dua hari sebelumnya, tepatnya Rabu, 15 Mei 2013, Lembaga Pemilih
Indonesia (LPI) justru memprediksi PKS akan menjadi partai gurem (kurang
diperhitungkan, red) karena banyak ditinggalkan oleh para
konstituennya. Sesuatu yang berbanding terbalik dengan survei yang
dilakukan oleh Media, yang justru menempatkan PKS sebagai partai
menengah.
Namun
yang menarik untuk dicermati ialah rentang waktu survei yang dilakukan
oleh Median, yakni 26 Maret-6 Mei 2013. Dalam rentang waktu itu,
Presiden PKS, Luthfi Hassan Ishaq, jelas telah ditahan oleh KPK, namun
kasus tarik-ulur penyitaan mobil, perseteruan PKS dan KPK, serta
pengakuan Ahmad Fathonah mengenai sumbangan ke partai tersebut belum
mencuat ke permukaan.
Pun
tak kalah menariknya, meskipun diguncang habis-habisan oleh skandal
Ahmad Fathonah, yang nota bene sering dikait-kaitkan dengan PKS oleh
publik, sebanyak 12 persen responden justru mengaku memilih PKS sebagai
pilihan politiknya disebabkan ke-religius-an partai berlambang bulan
sabit ini
Ini
pertanda bahwa publik (jika dianggap responden survei mewakili publik)
tidak terpengaruh oleh kasus penangkapan Luthfi Hassan Ishaq. Demikian
pula isu-isu negatif yang menghubung-hubungkan PKS dengan Ahmad
Fathanah-pun juga belum mempengaruhi persepsi negatif publik terhadap
partai tersebut. Entah jika survei dilakukan saat ini, di mana telah
mencuat hal-hal yang disebutkan di atas, apakah tingkat elektabilitas
PKS masih di titik kisaran 7 persen?
Disisi lain, perlakuan
berbeda diterima oleh Demokrat. Padahal kedua Parpol tersebut sama-sama
menghadapi “tsunami” politik. Demokrat justru mengalami kemerosotan
dengan raihan elektabilitas sebesar 7,1 persen, turun sekitar 20 persen
dari suara yang diperoleh Demokrat pada Pemilu 2009.
Konflik
internal dan ketidaksolidan Demokrat bisa ditunjuk sebagai penyebab
ketidaksamaan nasib antara partai penguasa itu dengan PKS. Meski
sama-sama dilanda prahara politik, PKS nyatanya lebih solid dan jauh
dari konflik internal pasca penangkapan Luthfi Hassan Ishaq.
Penerimaan Hasil Survei menjadi Penentu
Seorang
Pemikir sosial, Rogers (1987) mengatakan penerimaan social adalah
penerimaan masyarakat terhadap diri seseorang berperan dalam mewujudkan
penghargaan atau kenyamanan dalam diri seseorang. Dalam perspektif
sosio-politik, elektabilitas kader atau parpol adalah hasil dari
penerimaan massa akan kader atau parpol tersebut. Juga demikian
elektabilitas kader/parpol PKS bukanlah didasarkan atas lembaga survei
(baik LSI, RRC, Median atau yang lainnya). Sederhananya hasil lembaga
survey hanyalah sebagai data dan masyarakat yang menilai apakah data itu
begini atau begitu.
Terlepas
dari survei tersebut pesanan atau tidak, namun survei dari Median dan
RRC ini cukup memberi angin segar kepada kubu PKS. Sebab ini sesuai
dengan target nasional Partai tersebut, yaitu masuk 3 besar pemilu
nasional sekaligus membuktikan kepada para pengamat bahwa PKS belum
tamat. Akan tetapi perlu dicatat juga bahwa pemilu masih lama, apapun
bisa terjadi, survey hari ini tidaklah bisa dijadikan sebagai kesimpulan
tentang gambaran pemilu 2014 kelak. Survey-survey saat ini lebih
berguna sebagai data evaluasi oleh parpol-parpol menuju 2014. Sebab
dalam demokrasi kita, penentuan jawara tidaklah ditentukan oleh lembaga
survey, melainkan lebih kepada tingkat penerimaan rakyat Indonesia.
Sekiranya memang tidak demikian, lantas mengapa Jokowi bisa menjadi
pemenang (jawara) dalam Pilkada Jakarta, padahal hasil lembaga survey
menempatkannya pada posisi rendah?
Tulisan ini sebagai tanggapan atas hasil survey Median dan RRC terhadap partai PKS baru-baru ini…
*)http://politik.kompasiana.com/2013/05/28/elektabilitas-pks-berdasarkan-hasil-survei-atau-hasil-penerimaan-survei-563525.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar