Front Ulama Anti Kudeta menilai pemberhentian para khatib dan peniadaan shalat Jumat di ribuan masjid adalah tindakan sistematis dalam memerangi Islam, beserta tokoh dan kegiatan keagamaannya. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers Sabtu (7/9/2013) kemarin.
Konferensi ini dilakukan untuk menjawab kebijakan kementerian wakaf yang menghentikan sekitar 50 ribu imam dan khatib yang bukan merupakan lulusan Al-Azhar dan mendapatkan kepegawaian dari kementerian wakaf, pekan lalu. Akibat kebijakan ini, ada ribuan masjid yang tidak bisa melaksanakan shalat Jumat kemarin, karena belum ada ketersediaan penggantinya. Disebutkan, kejadian seperti ini adalah yang pertama sejak masuknya Islam ke Mesir. Bahkan pada masa penjajahan pun hal seperti ini tidak terjadi.
Dalam keterangan itu, disebutkan bahwa di Mesir terdapat 150 ribu masjid dan mushalla. Dari jumlah tersebut hanya 55 ribu masjid saja yang imam dan khatibnya resmi diangkat oleh kementerian wakaf. Ada sekitar 50 ribu masjid yang diimami oleh para imam dengan sistem penggajian terbatas, atau lebih tepatnya sukarelawan.
Karena masih banyak yang menjadi tenaga sukarela, maka pada masa pemerintahan Presiden Mursi ada 3 ribu imam dan khatib yang diangkat dari sekitar 57 ribu orang yang mendaftarkan diri. Saat ini seharusnya ada pengangkatan yang baru. Tapi yang terjadi, ada 50 ribu imam dan khatib yang dicabut surat ijin khutbahnya. Padahal mereka ada ulama dan penghapal Al-Qur’an.
Konferensi pers ini ditutup dengan himbauan kepada para ulama untuk menjadi yang terdepan dalam menentang kudeta. Karena yang diperangi pemerintah kudeta adalah Islam, ibadah-badah, dan para ulama. Bukan masalah politik lagi. (msa/dkw/islamion)
*) http://muslimina.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar