dakwatuna.com – Jakarta. Tuntuan
agar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) segera menarik kadernya di kabinet
mendapat tanggapan dari Hidayat Nurwahid. Ketua Fraksi PKS DPR RI
Hidayat Nurwahid menegaskan, soal keberadaan kader PKS di kabinet
Indonesia Bersatu II sepenuhnya wewenang Presiden. PKS tidak memiliki
kewenangan untuk menarik ketiganya.
“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada presiden untuk mempergunakan hak prerogatifnya,” kata Hidayat Nurwahid di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (13/6).
Hidayat menjelaskan, dalam code of conduct koalisi tidak ada keharusan bagi anggota koalisi menarik kadernya yang menjadi anggota kabinet jika terjadi perbedaan pendapat. Dalam undang-undang juga tidak ada aturan yang membolehkan partai menarik menterinya dari kabinet.
Sebaliknya UUD 1945 pasal 17 ayat 2 menyebutkan menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
“Jadi semestinya PKS tidak perlu disuruh-suruh tarik menterinya. Silakan Presiden gunakan hak prerogatifnya,” ujarnya.
Sebelumnya pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menjelaskan, partai politik tak berhak secara konstitusional menarik menteri-menterinya dari kabinet. Meskipun partai politik asal menterinya tersebut keluar dari setgab.
“Parpol tidak mempunyai hak konstitusional memberhentikan atau bahkan memerintahkan seorang menteri untuk mundur secara subjektif dari jajaran kabinet presiden,” katanya.
Irman mengemukakan, menteri adalah properti atau onderdil negara yang membantu presiden melaksanakan kekuasaan pemerintahan.
Menurut dia, parpol yang merencanakan menarik atau memerintahkan kadernya keluar dari kabinet sama saja berencana menggembosi kekuasaaan presidential negara.
“Penarikan menteri jika dilakukan bisa dinilai sebagai langkah parpol untuk menjatuhkan kekuasaan presiden di tengah jalan,” terang Irman.
Hidayat menyatakan, seharusnya seluruh anggota koalisi memahami code of conduct dan undang-undang dengan seutuhnya.
“Kewenangan reshuffle menteri adalah sepenuhnya hak presiden,” tutur Hidayat.(has/tjk)
Redaktur: Saiful Bahri
“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada presiden untuk mempergunakan hak prerogatifnya,” kata Hidayat Nurwahid di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (13/6).
Hidayat menjelaskan, dalam code of conduct koalisi tidak ada keharusan bagi anggota koalisi menarik kadernya yang menjadi anggota kabinet jika terjadi perbedaan pendapat. Dalam undang-undang juga tidak ada aturan yang membolehkan partai menarik menterinya dari kabinet.
Sebaliknya UUD 1945 pasal 17 ayat 2 menyebutkan menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
“Jadi semestinya PKS tidak perlu disuruh-suruh tarik menterinya. Silakan Presiden gunakan hak prerogatifnya,” ujarnya.
Sebelumnya pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menjelaskan, partai politik tak berhak secara konstitusional menarik menteri-menterinya dari kabinet. Meskipun partai politik asal menterinya tersebut keluar dari setgab.
“Parpol tidak mempunyai hak konstitusional memberhentikan atau bahkan memerintahkan seorang menteri untuk mundur secara subjektif dari jajaran kabinet presiden,” katanya.
Irman mengemukakan, menteri adalah properti atau onderdil negara yang membantu presiden melaksanakan kekuasaan pemerintahan.
Menurut dia, parpol yang merencanakan menarik atau memerintahkan kadernya keluar dari kabinet sama saja berencana menggembosi kekuasaaan presidential negara.
“Penarikan menteri jika dilakukan bisa dinilai sebagai langkah parpol untuk menjatuhkan kekuasaan presiden di tengah jalan,” terang Irman.
Hidayat menyatakan, seharusnya seluruh anggota koalisi memahami code of conduct dan undang-undang dengan seutuhnya.
“Kewenangan reshuffle menteri adalah sepenuhnya hak presiden,” tutur Hidayat.(has/tjk)
Redaktur: Saiful Bahri
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/06/13/35128/hidayat-silakan-presiden-gunakan-hak-prerogatif/#ixzz2W5uGMsMH
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar