MEMBACA AKSI-AKSI MENEGANGKAN PKS:
MERUBAH KELEMAHAN MENJADI KEKUATAN
Prediksi
para pengamat politik terhadap elektabilitas Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) antara medio 2012 hingga awal 2013 menunjukkan penurunan yang
tajam. Hal ini dikuatkan oleh survei yang diadakan oleh lembaga-lembaga
survei Indonesia yang menyatakan bahwa ada dua partai yang mengalami
terjun bebas; Partai Demokrat (PD) yang hanya mendapatkan 8 % dan PKS
yang turun pada angka 2,8 %. Fenomena ini dimanfaatkan oleh media untuk
semakin memastikan bahwa kedua partai tersebut mulai ditinggalkan
konstituennya.
Faktor
utama yang menyebabkan turunnya elektabilitas kedua partai tersebut
adalah keterlibatan sejumlah elit politik dalam masalah korupsi. Pada
kasus PD, beberapa elitnya kesandung korupsi mega proyek Hambalang,
sebut saja Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng dan terakhir
Ketua Umum PD Anas Urbaningrum yang mengundurkan diri dari jabatan ketua
umum setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pada kasus PKS,
Presiden Partai Luthfi Hasan Ishaq (LHI) ditahan oleh KPK karena diduga
menerima suap kuota impor daging sapi, meskipun peristiwa penetapannya
sebagai tersangka dan penahanannya menyimpan banyak keganjilan.
Di
samping masalah korupsi, analisis para pengamat politik didasarkan pada
kekalahan PKS pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 yang hanya
mendapatkan 11 % suara -padahal sudah menurunkan tokoh nasional Hidayat
Nur Wahid, jauh dari perolehan suara pada Pemilukada sebelumnya tahun
2007, yaitu 44 %. Tren menurunnya perolehan suara PKS pada Pemilukada
terakhir diprediksikan oleh para pengamat bahwa PKS akan semakin
terpuruk menghadapi Pemilu tahun 2014 mendatang, sebab DKI Jakarta
adalah barometer eksistensi dan elektabilitas sebuah partai politik.
Bahkan sebagian pengamat memprediksikan PKS tidak mampu mencapai batas electoral threshold
3,5 %, artinya PKS akan tidak bisa ikut Pemilu, bisa jadi bubar dan
tidak ada lagi kelanjutan sejarah partai fenomenal ini atau kembali
kepada habibat semula; menjadi gerakan sosial.
Prediksi
ini semakin menguat dengan ditangkapnya LHI pada tanggal 30/1/2013
sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi. Publik semakin tidak
percaya dengan PKS, juga kader pun semakin goyah karena peristiwa ini.
Sebagian kader bahkan malu keluar rumah saat berita ini booming di
media. Badai Tsunami benar-benar meluluhlantakkan bangunan perjuangan
PKS. Apakah PKS tinggal namanya saja?
Terjadi
banyak peristiwa yang menegangkan dalam waktu yang sangat cepat pada
hari-hari setelah peristiwa ini terjadi. LHI mengundurkan diri dari
jabatan presiden partai dan dari anggota DPR RI dengan sambutan yang
dipahami oleh publik bahkan kader, antara tidak percaya, mencemooh atau
tuduhan kemunafikan; memakai baju agama untuk melakukan tindak korupsi
dan aroma prostitusi.
Selang
satu hari setelah itu, tepatnya hari Jum’at, 1/2/2013, Dewan Syuro
melakukan rapat untuk menyikapi peristiwa ini dan mengangkat presiden
baru PKS pasca kemunduran LHI. Publik dan kader pun dibuat tegang,
bertanya-tanya siapakah pengganti LHI dan apakah presiden yang baru
mampu memulihkan kondisi PKS setelah diterjang badai Tsunami?
Pemilihan
presiden partai kali ini memang paling berbeda dari pemilihan-pemilihan
sebelumnya. Pemilihan kali ini terjadi pada kondisi krisis dan kritis,
sementara pemilihan sebelumnya berjalan mulus pada setiap
akhir periode kepemimpinan. Ada dua kemungkinan efek dari pengangkatan
pemimpin partai di saat krisis dan kritis; mampu untuk bangkit dari
krisis atau semakin bertambah kritis.
Penantian
pengumuman presiden partai juga merupakan detik-detik yang sangat
menegangkan. Seluruh mata media, kader, simpatisan dan publik tidak
beralih menyaksikan live pengumuman Dewan Syuro PKS, statemen dan
langkah-langkah politik yang akan diambil. Kondisi semakin tegang karena
waktu pengumuman yang seyogyanya disampikan pada pukul 13.00, akhirnya
molor hingga pukul 14.00. Kondisi bertambah tegang, ketika Ketua Dewan
Syuro mengumumkan nama pengganti LHI, sebab telah beredar dua nama
kandidat presiden partai baru, yaitu Hidayat Nur Wahid (kader terbaik
PKS, mantan presiden partai) dan Anis Matta (sekjen partai sejak PK
hingga PKS). Pendapat para pengamat lebih banyak tertuju kepada Hidayat
Nur Wahid yang telah terbukti mampu menaikkan suara PKS secara drastis
pada Pemilu 2004 dengan perolehan suara 7% dari sebelumnya, Pemilu
pertama yang diikuti tahun 1999 sebesar 1.7% dan diharapkan mampu
menyelamatkan PKS. Namun pendapat pengamat politik meleset. Nama yang
disebut oleh Ketua Dewan Syuro sebagai pengganti LHI adalah Anis Matta,
bukan Hidayat Nur Wahid.
Kondisi
tegang kembali terjadi, ketika Presiden baru PKS Anis Matta menyampikan
orasi politiknya. Dada ini bergemuruh, ingin meledak melawan konspirasi
terhadap PKS, muncul semangat kebangkitan saat Presiden mengungkapkan,
“Peristiwa besar ini akan menjadi hentakan sejarah yang membangunkan
macan tidur PKS”, “Hari ini berlaku ayat Allah SWT (pinggang mereka
tidak bersahabat dengan tempat tidur, QS. As-Sajdah:16)” yang disambut
teriakan, gemuruh takbir dan tangis semangat perjuangan di kantor DPP
PKS dan di setiap rumah kader yang menyaksikan orasi live ini.
Setelah
diangkatnya menjadi presiden partai, Anis Matta langsung mengadakan
road konsolidasi maraton ke seluruh daerah dakwah; Bandung, Medan,
Yogyakarta, Surabaya, Makasar dan Bali. Betul-betul aksi yang
menegangkan. Di setiap acara konsolidasi, peserta yang hadir tumpah ruah
sampai ke jalan-jalan, tidak hanya kader dan simpatisan, masyarakat
umum pun tertarik ingin hadir mendengarkan orasi politik “Soekarno Muda”
yang menggelegar dan membakar semangat itu.
Efek “Soekarno Muda” semakin terasa dan berdenyut di berbagai daerah,
mengusik keingintahuan masyarakat tentang apa yang sedang terjadai pada
PKS. Ujungnya, justeru mereka minta bergabung menjadi anggota PKS, tidak
hanya muslim, masyarakat non-muslim pun memberi dukungan dan daftar ke
PKS.
Tidak
lama setelah melakukan konsolidasi, PKS dihadapkan pada Pemilukada Jawa
Barat yang mengusung kadernya, Ahmad Heryawan berpasangan dengan Dedy
Mizwar. Sebuah tantangan yang menegangkan, akankah PKS mampu memenangkan
pertarungan politik ataukah tergerus oleh badai Tsunami Jakarta? Di
samping itu, persaingan politik untuk menduduki kursi gubernur Jawa
Barat sangat ketat dan sama-sama kuat, terutama pesaing pasangan Dede
Yusuf-Lex Laksamana dan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki. Namun
alhasil, quick count lembaga survei dan real count KPUD ternyata mengunggulkan pasangan Ahmad Heryawan-Dedy Mizwar dengan perolehan suara 32.8%.
Kemenangan
PKS di Jawa Barat sangat diharapkan menyebar auranya di Pemilukada
Sumatera Utara yang mengusung pasangan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry
Nuradi. Dan ternyata benar, berdasarkan hasil quick count
lembaga survei, pasangan ini memenangkan pertarungan dengan meraup suara
33 %. Dua Pemilukada di kedua daerah dengan jumlah pemilih terbesar
telah dimenangkan oleh PKS, cukup membuat seluruh kader dari pusat
sampai daerah bernapas lega setelah diguncang badai Tsunami.
Inilah
kondisi-kondisi menegangkan yang dialami PKS. Apakah PKS sudah keluar
dari krisis? Apakah PKS siap memenangkan Pemilukada-Pemilukada
selanjutnya? Dan apakah PKS mampu menjadi tiga besar pada Pemilu
nasional 2014? Kita monitoring terus perkembangannya…
*)http://politik.kompasiana.com/2013/03/10/membaca-aksi-aksi-menegangkan-pks-merubah-kelemahan-menjadi-kekuatan--535751.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar