Mengukur Kepemimpinan Kharismatik Anis Matta (Presiden PKS)
Seperti kebanyakan mahasiswa lainnya baru sibuk kalau tugas dari dosen sudah mepet waktunya,begitupun kami yang harus menerjemahkan kurang lebih 30 halaman bagian buku berbahasa Inggeris yang berjudul “Leadership in Organization: Charismatic and Transformational Leadership”.
Setelah
menganalisis teori-teori dan contoh aplikasinya setebal 40 halaman
lebih, barulah kami dihadapkan dengan model pemimpin karismatik yang ada
di Indonesia secara kekinian. Masalahnya siapakah yang akan menjadi
model kepemimpinan kharismatik?. Gonjang-ganjing kasus LHI membuat kami
melirik artikel-artikel PKS satu-satu persatu kami amati. Penulusuran berakhir pada sebuah tulisan di islamedia.web.id tentang Anis Matta.
Saya mencoba menganalisis secara sederhana tentang kepemimpinan Kharismatik Anis Matta sesuai dengan teori yang ada pada buku “Leadership in organization” tersebut. Namun agar pembaca lebih faham baiknya kita lihat dulu artikel di islamamedia.web.id.
“Pahlawan
Muda…ditangan merekalah, Indonesia akan mengambil gilirannya, bukan
hanya dalam mensejahterakan negerinya, tapi juga dalam memimpin dunia
yang mulai terseok-seok!”,
kalimat itu ia teriakan ditengah ribuan pendengar. Semua sepi, semua
hening, dan nafas-nafas tertahankan di dada hanya untuk mendengarkan
setiap butir kata, yang ia ucapkan penuh makna. Kata-katanya menjadi
inspirasi, menyentuh pribadi, bagi trainer, bagi guru, bagi penceramah,
dan bagi seluruh pemuda di penjuru negeri dengan semangat berapi-api.
Empat puluh pemuda Aceh berbondong-bondong bergabung menjadi anggota
baru PKSnya , seorang PNS berani melepaskan baju PNS nya untuk menjadi
anggota barunya, seorang Kiyai rivalnya menangis setelah mendengar
orasinya dan bersedia bergabung, bahkan warga keturunan Thionghoa di
Semarang menangis mendengar orasinya karena menyentuh hati nurani mereka
yang non muslim, belum lagi para kader-kader PKS ini diseluruh negeri
yang bersemangat bangkit dari tidur, (http://www.youtube.com/watch?v=fgl9gYGYRbI). Iapun
rela melepas jabatan sebagai wakil DPR RI demi menyelamatkan PKSnya
dari Tsunami politik dan rekayasa penuh intrik dari orang-orang yang
tidak menyukai visi dan misi PKSnya dalam membangun kedewasaan dalam
pemberantasan korupsi di negara ini.
Ialah H. Muhammad Anis Matta, Lc. Seorang lelaki kelahiran makassar Masa
mudanya tak ia habiskan berhura-hura, namun penuh gelora berjuang dan
membaca. Prestasi SD nya jelek tak seberapa, tapi di Pesantren (Darul
Arqam) Gombara, posisinya kukuh tak bergeser dari kursi juara, dari
tahun 80 hingga 86.
Organisasi
dikenalnya sejak kecil, dan kelas satu SMA sudah bukan lagi anggota
biasa, tapi sudah mampu menjadi instruktur IPM lalu kelas dua menjadi
sekretaris cabang Muhammadiyyah. Namun tumpukan prestasi masa muda tak
membuat ia berbangga. Ia rasakan kepedihan batin, keresahan
membuncah-buncah, juga panggilan nurani untuk tak henti mengasah diri.
LIPIA Jakartalah jamuan sejarah baginya walau kesempatan kuliah di Fikom
UNHAS juga terbuka.
Ia
lahap dua belas jam sehari buku-bukunya saat liburan, dan lima jam di
luar diktat saat masa kuliahan. Bahkan dosen LIPIA nya berkata “jika
saja ada nilai lebih dari mumtaz, Anis Matta pasti kan mampu melibas“,
maka dari itu tak pernah sekalipun ia terkalahkan sebagai orang
tercerdas juga tergigih, dalam nilai kuliah akhir ataupun ratusan buku
mutakhir, dari Psikologi terapan, teori-teori belajar, pengembangan
diri, konsep-konsep Politik, negara, pergerakan, bisnis, dan
sastra-sastra tingkat dunia.
Setuntasnya
dari kuliah, ia menumpahkan semangat mudanya dalam pergerakan. Membina
dan berorganisasi, berceramah dan menulis, hingga tahun 1998 dipercaya
menjadi Sekretaris Jendral,
dan usianya barulah 30 tahun. Kinerja dan karya nyatanya ia sempurnakan
dengan gilang-gemilang, sampai-sampai tahun 2000 ia berkesempatan
mengikuti program American Young Council for Young Politician Leader
(ACYPL) di Amerika. Tak kurang bergengsinya, setelah ia menamatkan
Kursus Singkat Angkatan (KSA) Lemhanas, ia kemudian menjadi
instukturnya, tak kepalang tanggung, jendral-jendral ia latih disana.
Sekarang ia berjuang dalam posisinya sebagai presiden PKS dan melepas jabatan wakil
ketua DPR RI. Bakat masa kecilnya sebetulnya cerpen dan puisi. Keduanya
lalu tenggelam dan terkubur beberapa lama, tapi kembali menyeruak di
masa-masa kini, membuat tulisan-tulisan ilmiahnya kuat, berisi, dan
sastrawi. “cerdas bermetafora, puitis disini sana” Taufiq Ismail Sang
Penyair mengomentari, juga fasihun, balighun, muatsirun finnafs sesuai
balaghoh sejati. Semua keindahan tulisan, dan kejelian analisis itu
terkumpul dalam ‘Konsep Seni dalam Islam‘ (1995), ‘Wawasan Islam dan
Ekonomi’ (1997), ‘Sepanjang Hari Bersama Allah: Seni Berdo’a’ (1997),
‘Biar kuncupnya mekar menjadi bunga’ (2000), ‘Membangun karakter muslim’
(2002), ‘Model Manusia Muslim Abad 21′ (2002), ‘Menikmati Demokrasi’
(2003), ‘Dari Gerakan ke Negara’ (2006), ‘Serial Cinta’ (2006). Dan
gaya tulisannya bisa dikatakan bermuatan berat seberat Malik bin Nabi
namun indah seindah Mustafa Sadek Arrafi’i.
Ia
pernah beberapa kali menjadi penerjemah khusus jika Syaikh Yusuf
Qardawi berkunjung ke Indonesia. Dan ketika Yusuf Qardawi, dalam sebuah
ceramah, mempersilakan Anis Matta untuk menterjemahkan kata-katanya
setiap sepuluh menit, dengan percaya diri Anis Matta mempersilakan Yusuf
Qardawi melanjutkan ceramahnya, dan ia terjemahkan setelahnya ke dalam
bahasa Indonesia sepanjang aslinya, hebatnya lagi dengan terjemahan
tekstual, bukan tafsiran.
Anis
sering didaulat mengisi bermacam ceramah, seminar, taushiah, di
berbagai komunitas: komunitas remaja, orang kantoran, pejabat, aktivis,
mahasiswa, ibu-ibu, juga kalangan jet set yang jika ditawari ‘amplop’
ceramah puluhan juta, ditolaknya dengan halus, karena selain ia ingin
menyebar nilai Islam di berbagai lapisan masyarakat, ia ingin pula
membangun persahabatan dengan beragam lapisan itu tanpa imbalan. Ia tak
hanya berda’wah di dalam negeri, suaranya melengking hingga menembus
negara-negara asing, benua Amerika, puluhan negara Eropa, jepang,
Australia, dan negera-negara Timur Tengah tentunya. Sehingga ia
mengokohkan dirinya sebagai seorang da’i, pemikir muslim, ilmuan,
berlevel internasional, ini dari satu sisi.
Sedang
dari sisi lain, ia sedang tumbuh menjadi negarawan baru bangsa.
Ceramahnya yang dulu bertempo lambat, sering terbata-bata dan salah
kata, telah ditambal dan di sulam. Ia sekarang mampu beretorika dalam
debat-debat nasional, dengan argumen logis, sistematis, puitis, dan
berbekal data-data empiris. Sehingga misalnya dalam dialog-dialog besar
yang menghadirkan para doktor politik dan sosial, aura mereka tenggelam
dalam bangunan keilmuan Anis yang tinggi menjulang, luas membentang,
hanya bermodalkan Lc pula. Ia adalah satu-satunya debator yang ditakuti
Ulil Abshar Abdalla Sang Kordinator JIL yang kesohor itu, sehingga ia
ciut tidak berani menghadapi Anis dalam debat publik.
Lebih
jauh lagi, Anis telah mengembangkan kemampuan baru retorikanya: orasi.
Walau belum lagi sempurna, namun ia sedang berjalan memenuhi kualifikasi
seorang negarawan yang dibutuhkan Indonesia sebagaimana dalam
tulisannya, ‘bukan karena kita menang pemilu saja maka kita memimpin’ ,
ia melihat bahwa basic competent seorang pemimpin negara adalah Narrative Intelligent,
yang terwujud dalam orasi dan tulisan yang tajam. Sehingga Anis
berkukuh bahwa seorang pemimpin besar haruslah orator ulung dan penulis
yang memukau, mutlak, jika tidak, ia tidak akan abadi. Dan ketika
ditanyakan bangunan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
negarawan, ia mengurutkan “…sejarah, sastra, dan kebudayaan, baru ke
Psikologi, Sosiologi, Ekonomi, Hukum, dan ilmu politik. Selain itu basis
bahasa dan ilmu komunikasi, negarawan adalah pemikir strategis dan
pelaku kepemimpinan, designing and leading“. Dan Anis dalam perjalanan
mencapainya, di usianya yang baru akan mencapai 44 tahun pada 7 Desember
nanti.
Gagasan-gagasan
iklan TV Anis, dikenal kontroversial, namun seorang pakar hipnotis asal
Bandung, Muhammad Isman Richmarch Hakim, mengatakan bahwa iklan-iklan
itu justru iklan Politik tercerdas yang pernah ada karena selain
muatannya berisi pesan bijak kepahlawanan, juga karena sekali-dua kali
beriklan saja namun meraup simpati massa meruah-ruah tak terkira, sebuah
tambahan lagi bagi prestasinya, karena ialah sang panglima TPPN (Tim
Pemenangan Pemilu Nasional) PKS saat pemilu 2009.
Bagi
Anis, “.kerja belum selesai, belum apa-apa” sebagaimana syair Chairil
yang dikutipnya di tulisan ‘O, Pahlawan Negeriku ‘, ia berkeyakinan
bahwa orang besar adalah orang yang berorientasi pada kerja-kerja besar,
cita-cita besar dan melupakan semua kerja-kerja kecil yang pernah
diraih. Orang besar diukur oleh kontribusi pada kemanusiaan, sehingga ia
pernah berseru-seru dalam puisinya agungnya, Nyanyian Pahlawan,
“Katakan padaku wahai hari, apa yang dapat kuberikan pada sejarah hari
ini, katakan padaku wahai malam, berapa bintang kau perlukan untuk
menerangi langitmu“. Sehingga wajar saja bagi PKS yang meyakini kesepakatan tak tertulis bahwa jika ada agenda-agenda raksasa yang mustahil, serahkan saja pada Anis Matta.
Dan standar cita-cita bagi Anis, ketika saatnya PKS
memimpin dan membangun negara Indonesia, semua itu bukanlah akhir, tapi
awal sebuah peradaban dunia. Sehingga yang tersisa adalah ungkapan
pemikir Syiria, Syakib Arslan ‘Ma a’dzama hadza diin lau kana lahu rijal
‘ [alangkah besar agama ini kalau saja ia memiliki tokoh-tokoh besar].
Lelaki itu telah ada, dan telah lahir. Sudah meraup bermacam ilmu serta
berkeras tekad sejak dahulu. Indonesia sedang menunggunya naik
gelanggang. Indonesia sedang menyaksikan seorang anak kampung Bone Sulawesi Selatan
tumbuh untuk mengguncang bangsa. Dimana dia berada? Anak kampung itu
melantangkan lagi puisinya “Wahai Umat wahai bangsa, Aku selalu ada
disini, saat darah saat air mata, Aku datang mengantar umat, pada
gerbang sejarah baru”
Pada model kasus di atas, kita
dalam melihat satu sisi kepemimpinan, Anis lebih mengarah kepada
kepemimpinan kharismatik karena seorang pemimpin kharismatik akan lahir
pada saat kritis. Anis tampil memimpin PKS ketika diterjang badai politik, pada saat PKS ada
pada titik kritis maka Anis membangun kedewasaan menghadapi musibah
kepada pengikutnya dengan orasi semangat penuh optimisme.
Bila kita hubungkan dengan ciri Pemimpin kharismatik pada buku “Leadership in Organization” maka Anis mempunyai ciri-ciri pemimpin yang kharismatik yang diantaranya adalah :
1) Menyampaikan sebuah visi yang menarik,
maka Anis sampaikan bahwa PKS tidak akan bergeming dengan tuduhan buruk
dan tetap pada visi PKS dan bangsa yaitu menuntaskan korupsi.
2) Menggunakan
bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat menyampaikan visi, Anis
menggunakan kata-kata yang meluap-luap dan penuh ekspresif ketika
mengungkapkan visi PKS dan ini berpengaruh bukan hanya kepada kader internal tapi orang-orang diluar kader PKS yang mendengar orasinya.( http://www.islamedia.web.id/2013/02/dan-merekapun-menyatakan-diri-bergabung.html).
3) Mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi, Anis berani mengambil resiko mengundurkan diri dari jabatan Wakil DPR RI demi mencapai visi PKS, padahal hampir semua anggota-anggota PKS politik semisalnya berebut untuk menduduki jabatan tersebut.
4) Menyampaikan harapan yang tinggi, Anis
memberikan harapan tinggi bagi bangsa ini bahwa masih ada sekumpulan
orang yang mempunyai kehendak dalam organisasi untuk mewujudkan
kemuliaan Negara bukan hanya sekedar untuk PKS saja.
5) Memperlihatkan keyakinan akan pengikut, Anis berpendapat ia
berkeyakinan bahwa orang besar adalah orang yang berorientasi pada
kerja-kerja besar, cita-cita besar dan melupakan semua kerja-kerja kecil
yang pernah diraih. Orang besar diukur oleh kontribusi pada
kemanusiaan, sehingga ia pernah berseru-seru dalam puisinya agungnya,
Nyanyian Pahlawan, “Katakan padaku wahai hari, apa yang dapat kuberikan
pada sejarah hari ini, katakan padaku wahai malam, berapa bintang kau
perlukan untuk menerangi langitmu“
6) Pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten dengan visi, Menurut Anis standar cita-cita bagi Anis, ketika saatnya PKS
memimpin dan membangun negara Indonesia, semua itu bukanlah akhir, tapi
awal sebuah peradaban dunia. Sehingga yang tersisa adalah ungkapan
pemikir Syiria, Syakib Arslan ‘Ma a’dzama hadza diin lau kana lahu rijal
‘ [alangkah besar agama ini kalau saja ia memiliki tokoh-tokoh besar].
7) Mengelola kesan pengikut akan pemimpin, bahwa basic competent seorang pemimpin negara adalah Narrative Intelligent,
yang terwujud dalam orasi dan tulisan yang tajam. Sehingga Anis
berkukuh bahwa seorang pemimpin besar haruslah orator ulung dan penulis
yang memukau, mutlak, jika tidak, ia tidak akan abadi. Dan ketika
ditanyakan bangunan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
negarawan, ia mengurutkan “…sejarah, sastra, dan kebudayaan, baru ke
Psikologi, Sosiologi, Ekonomi, Hukum, dan ilmu politik. Selain itu basis
bahasa dan ilmu komunikasi, negarawan adalah pemikir strategis dan
pelaku kepemimpinan, designing and leading“
8) membangun identifikasi dengan kelompok atau organisasi,
Setelah ia di daulat menjadi pemimpin di PKS kemudian ia berkonsolidasi
internal dan membangun kembali komunikasi dan semangat para kadernya,
terbukti dengan kemenangan pilgub di Jabar dan Sumut yang bahasa Anis “Kemenangan ditengah badai” juga dengan organisasi atau partai lainnya.
9) Memberikan kewenangan kepada pengikut, Anis memberikan kewenangan kepada pengikutnya untuk bersama bekerja untuk bangsa walaupun harus merelakan waktu tidur. (http://www.youtube.com/watch?v=fgl9gYGYRbI).
Seorang
pemimpin akan lahir pada saat kritis, mungkin ini sesuai dengan
filosofis para pelaut Bugis,” bahwa pelaut ulung tidak lahir di laut
yang tenang, tapi pelaut ulung lahir di laut yang penuh ombak dan
badai”. Begitupun para pemimpin kharismatik mereka lahir dalam gelombang
badai yang besar sehingga mereka menjadi makna dari berbagai kesulitan
para pengikutnya.
Model kepemimpinan Kharismatik Anis merupakan unsur kepemimpinan transformasional, namun tulisan ini memang terbatasi pada kepemimpinan Kharismatik karena penyesuaian kepemimpinan Tranfornasional untuk Anis belum mencukupi untuk menjelaskan proses tranformasional. Sehingga tahapan analisis lebih lanjut harus melihat bagaimana kepemimpinan Anis dalam mengelola organisasi PKS lebih dalam lagi.
Mampukah
Sukarno Kecil dari Makassar ini membangun kharisma untuk kepentingan
bangsa secara menyeluruh bukan hanya pada internal partainya saja?, mari
kita tunggu.
Fauzi Nahdi, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Pakuan Bogor.
*)Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar